Menjelajah Kawasan Mitigasi Ekosistem Bujang Raba

Bangunmediaku - Ini kilas balik perjalanan saya sebagai jurnalis ke salah satu pelosok di Provinsi Jambi di tahun 2012 lalu. Tepatnya di kawasan Bukit Panjang Rantau Bayur atau biasa disebut ekosistem Bujang Raba di Kabupaten Bungo, Provinsi Jambi.


Kincir air dibangun warga Desa Senamat Ulu di Kabupaten Bungo untuk digunakan menjadi Pembangkit Listrik Tenaga Mikrohidro (PLTMH) dengan memanfaatkan aliran sungai. Desa ini masuk kawasan ekosistem Bujang Raba di Provinsi Jambi (Foto: Bangun Santoso)
Butuh waktu sekitar 6-7 jam perjalanan darat dari Kota Jambi sebagai ibukota provinsi menuju kawasan Bujang Raba. Sepanjang perjalanan dari Kota Jambi, lebatnya pemandangan perkebunan sawit atau karet menjadi sajian khas daerah di tengah Sumatra ini. Namun lambat laun hilang seiring memasuki kawasan yang oleh Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi memiliki luas 109 ribu hektar itu.

Saya menjadi salah satu yang beruntung bisa melihat luasnya bumi Nusantara di Kabupaten Bungo. Ditengah maraknya eksploitasi lahan dan hutan, kawasan Bujang Raba seolah menjadi sedikit harapan demi kehidupan yang lebih baik dan berimbang.

Masyarakat di kawasan Bujang Raba sudah sejak lama memanfaatkan sumber daya alam yang ada demi kelangsungan hidup mereka. Salah satunya adalah pemanfaatan aliran sungai untuk Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (PLTMH).

Menurut Rakhmad Hidayat selaku Direktur Eksekutif KKI Warsi pada 2012 lalu, ekosistem Bujang Raba terdiri dari Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS), skema Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) yang didalamnya terdiri dari hutan desa dan hutan adat, serta pengelolaan hutan yang dilakukan oleh perusahaan berupa hutan produksi (HP), hutan tanaman industri (HTI) dan perkebunan.


Perbukitan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS). Kawasan ini masuk dalam wilayah ekosistem Bujang Raba di Provinsi Jambi (Foto: Bangun Santoso)

Dari hasil penelitian KKI Warsi, ekosistem Bujang Raba bisa dijadikan mitigasi perubahan iklim di Indonesia. Kawasan seluas 109 ribu hektare ini menjadi satu satunya poros penyangga hutan Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang masih tersisa di Provinsi Jambi.

Ada berbagai alasan komunitas Bujang Raba cocok sebagai area belajar mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, diantaranya tipe iklim A atau sangat basah, curah hujan rata rata 2.330 milimeter per tahun atau 140 milimeter per bulan.

Ekosistem Bujang Raba juga merupakan daerah tinggi dan perbukitan yang terletak dibagian hulu sungai. Kawasan tersebut juga berperan penting dalam sistem hidrologi dalam mengatur tata air dan pengendali erosi.

Hanya kawasan ekosistem Bujang Raba yang masih alami sebab kawasan hutan di Jambi hanya tersisa di titik-titik tertentu akibat alih fungsi hutan yang marak dilakukan sejak dekade 1970-an hingga sekarang.

Kawasan ekosistem Bujang Raba terbagi dalam sejumlah fungsi. Diantaranya, hutan lindung Bukit Panjang Rantau Bayur seluas 13.529, 40 hektare yang dikukuhkan melalui SK Menhut No. 739/Menhut-II/2009 tanggal 19 Oktober 2009. Kawasan hutan lindung ini dikelola oleh masyarakat lima desa sekitar dengan pola Hutan Desa.

Kawasan tersebut juga pernah direkomendasikan oleh program ICDP-TNKS (2002) menjadi salah satu kawasan repatriasi (mengembalikan kawasan) TNKS dengan sebutan kawasan RKI finger.

Comments

Popular posts from this blog

Suku Mante dan Misteri Orang Pendek di Jambi

Menguak Misteri Kota Kuno di Tengah Sumatra

Balada Perempuan Pantura, Jadi TKW Hingga Jual Diri di Lokalisasi