Menguak Misteri Kota Kuno di Tengah Sumatra

Sejumlah bhikku menggelar upacara meditasi di salah satu situs Candi Muarojambi. (Foto: Ist)

Bangunmediaku - Siapa yang tak kenal Kerajaan Sriwijaya. Jika ada yang tidak tahu, sepertinya kudu belajar lagi soal sejarah di sekolah. Ya, Sriwijaya menjadi salah satu kerajaan terbesar yang pernah ada di Indonesia selain Majapahit. Kawasannya meliputi bagian tengah Sumatra yang oleh beberapa sejarawan pusat pemerintahannya berada di daerah yang saat ini masuk wilayah Provinsi Sumatra Selatan.

Terkait pusat pemerintahan Kerajaan Sriwijaya itu belum semua sejarawan sepakat. Sejumlah sejarawan, khususnya di Jambi menyebut, pusat Kerajaan Sriwijaya sebenarnya ada di Provinsi Jambi. Bukan tanpa alasan, sejumlah penemuan sejarah menjadi bukti. Salah satunya adalah situs kota kuno di Kabupaten Muarojambi, Provinsi Jambi. Bukti sejarah yang masih mengandung banyak misteri itu adalah bernama situs Candi Muarojambi.


Terluas di Asia Tenggara

Komplek percandian apa yang terluas di Asia Tenggara?. Jika jawabnya Borobudur di Magelang, Jawa Tengah atau Angkor Wat di Kamboja ternyata itu salah.

Komplek percandian terluas di Asia Tenggara ternyata ada di Provinsi Jambi. Kawasan tersebut bernama komplek Candi Muarojambi. Selain luas dan penuh misteri, komplek ini dikenal sebagai situs kota kuno di daratan Sumatra.

Berdasarkan beberapa catatan di Museum Jambi, luas kawasan Candi Muarojambi mencapai 12 kilomter persegi. Luasan ini diperkirakan bisa bertambah karena hingga saat ini masih dilakukan penelitian yang melibatkan berbagai arkeolog dari sejumlah universitas ternama di Indonesia.

Seiring pesatnya pembangunan, kini situs Candi Muarojambi amat mudah dijangkau. Sejak dibangunnya Jembatan Batanghari II, untuk menjangkau situs ini, hanya butuh sekitar 30 menit menggunakan jalur darat dari pusat Kota Jambi. Candi ini berlokasi di Kecamatan Muarasebo, Kabupaten Muarojambi yang tepat berbatasan dengan wilayah Kota Jambi.


Peta situs Candi Muarojambi. (Foto: jambiprov.id)


Didukung akses jalan yang bagus, situs percandian ini hanya berjarak kurang lebih 15 kilometer dari Kota Jambi. Pemandangan menuju lokasi candi lumayan memanjakan mata. Pengunjung bisa melihat indahnya sungai terpanjang di Sumatera, yakni sungai Batanghari. Di kiri dan kanan jalan disuguhi rumah-rumah penduduk khas Melayu Jambi dengan gaya tradisional rumah panggung.

Tak hanya itu, kita juga bisa melihat sejumlah kebun warga yang lebat ditumbuhi sejumlah tanaman tua warisan nenek moyang warga Jambi, yakni pohon durian dan duku. Bila beruntung, saat musim durian atau duku tiba, pengunjung bisa menikmati manisnya duku atau durian dengan murah meriah langsung dari pohonnya.

Perlu dicatat, buah durian dan duku asal Muarojambi dikenal manis dan tebal dagingnya. Terutama buah duku yang biasa disebut duku Kumpeh. Sudah banyak peneliti mencoba mengembangkan buah duku ini. Nama Kumpeh diambil dari nama daerahnya yakni Kumpeh yang ada di Kabupaten Muarojambi.

Namun di luar daerah, khususnya di Jakarta, duku ini lebih terkenal dengan nama duku Palembang, meski sebenarnya berasal dari Jambi. Hal ini mungkin karena kebanyakan penjual duku berasal dari Palembang. Setiap musim duku tiba, banyak pedagang buah Palembang datang ke Jambi untuk memborong duku Kumpeh dan dijual kembali ke luar daerah, terutama ibu kota Jakarta.

Kembali ke kawasan Candi Muarojambi. Untuk masuk ke situs ini, pengunjung diwajibkan membayar biaya Rp 10 ribu perorang. Itu sudah termasuk parkir kendaraan, cukup murah bukan?. Di dalam komplek candi, wisatawan bisa berkeliling menikmati indahnya komplek candi dengan menggunakan sepeda onthel. Di kawasan ini banyak warga setempat membuka usaha sewa sepeda. Beberapa warga juga membuka usaha lain seperti menjual aksesoris, baju, makanan khas Jambi hingga jasa home stay.


Warisan Peradaban Dunia

Salah seorang budayawan Jambi, Junaidi T Noor mengatakan, Candi Muarojambi adalah sebuah komplek percandian Hindu-Buddha. Tentang sejarah candi ini juga masih diselimuti perdebatan. Dimana kemungkinan besar Candi Muarojambi merupakan peninggalan Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Melayu.

"Sudah sejak 2009 komplek Candi Muarojambi diajukan ke UNESCO sebagai situs warisan dunia," ujar Junaidi September 2016 lalu.

Dari beberapa catatan sejarah Jambi, Candi Muarojambi diperkirakan berasal dari abad ke-11 Masehi. Komplek percandian ini pertamakali dilaporkan pada tahun 1824 oleh seorang letnan Inggris bernama S.C. Crooke yang melakukan pemetaan daerah aliran sungai untuk kepentingan militer. Baru pada tahun 1975, pemerintah Indonesia mulai melakukan pemugaran yang serius yang dipimpin R. Soekmono.

Dari catatan itu, pakar epigrafi, Boechari menyimpulkan peninggalan di Candi Muarojambi berkisar dari abad ke-9-12 Masehi. Di situs ini sudah 9 bangunan yang telah dipugar, kesemuanya bercorak Buddhisme. Kesembilan candi tersebut adalah Candi Kotomahligai, Kedaton, Gedong Satu, Gedong Dua, Gumpung, Tinggi, Telago Rajo, Kembar Batu, dan Candi Astano.

Beberapa arkeolog juga menyimpulkan, komplek Candi Muarojambi dahulu banyak dihuni dan menjadi tempat bertemu berbagai budaya. Ada manik-manik yang berasal dari Persia, China dan India. Agama Buddha Mahayana Tantrayana diduga menjadi agama mayoritas dengan diketemukannya lempeng-lempeng bertuliskan "wajra" pada beberapa candi yang membentuk mandala.


Situs Kota Kuno

Kepala Dinas Kebudayaan, Pariwisata dan Olahraga (Disbudpora) Provinsi Jambi, Edi Erizon mengatakan, komplek Candi Muarojambi bisa dibilang adalah situs kota kuno. Sebab, selain luas, di situs tersebut tak hanya terdapat candi. Namun juga sejumlah kanal-kanal kuno yang digunakan sebagai sarana transportasi masyarakat lampau.

Kanal-kanal tersebut saling sambung menyambung dan terhubung langsung dengan sungai Batanghari yang tak jauh dari lokasi komplek candi.

Dengan luas 12 kilometer persegi, komplek Candi Muarojambi adalah 12 kali luas Candi Borobudur atau dua kali luas Angkor Wat.

Situs ini berisi 82 candi yang sebagian besar masih berupa gundukan tanah atau batu bata(menapo) yang belum dikupas (diokupasi). Dalam kompleks percandian ini terdapat juga beberapa bangunan berpengaruh agama Hindu.

Di dalam komplek juga terdapat kolam kuno yang diberi nama Telago Rajo. Oleh warga setempat, konon telaga tersebut adalah tempat pemandian para bangsawan atau keluarga kerajaan.

"Memang komplek Candi Muarojambi masih penuh misteri dan masih diperlukan penelitian lebih lanjut," ucap Edi.


Candi Gumpung, salah satu dari sekian banyak candi di komplek percandian Muarojambi. (Foto: Ist)


Untuk lebih mengenalkan wisata Jambi khususnya Candi Muarojambi, Pemprov Jambi melalui Disbudpora menggelar Festival Candi Muarojambi secara rutin yakni setiap bulan Mei.

Dalam festival tersebut ditampilkan berbagai ragam budaya Melayu Jambi mulai dari tarian kolosal, lomba seloko adat Melayu, bazar, jalan sehat berkeliling Candi Muarojambi dan lain sebagainya.

Menurut Edi, kunjungan wisatawan ke Candi Muarojambi mengalami peningkatan setiap tahun. Peningkatan tersebut rata-rata mencapai 20 ribu setiap tahun. "Dari tahun 2014 untuk kunjungan wisatawan asing juga terus meningkat," kata Edi mengakhiri.


Terancam Rusak

Meski terbilang asri, komplek Candi Muarojambi bukan tanpa ancaman. Aktivitas sejumlah perusahaan tambang yang menggunakan Daerah Aliran Sungai (DAS) Batanghari yang dekat dengan komplek percandian dinilai bisa merusak situs candi.

Direktur Swarnadvipa Institute M. Husnul Abid, yang juga salah satu pemerhati Candi Muarojambi mengatakan, maraknya kegiatan perusahaan tambang itu bisa juga menggagalkan upaya usulan Candi Muarojambi sebagai warisan dunia ke UNESCO.

"Sebab, UNESCO sangat tidak mentolelir aktivitas yang bisa merusak kawasan situs," kata pria yang biasa disapa Abid ini.

Untuk itu, Abid meminta agar pemerintah daerah juga tegas tidak memberikan izin pembukaan aktivitas perusahaan di sekitar komplek Candi Muarojambi.

Sebelum ini, Svarnadvipa Institute bersama sejumlah lembaga lain seperti Dewan Kesenian Jambi (DKJ), Sekolah Alam Muarajambi (Saramuja), Komunitas Seni Inner Jambi, Jambi Corps Grinder, Dwarapalamuja, Jambi Guitar Community dan kelompok masyarakat peduli Candi Muarojambi lainnya, pernah membuat petisi untuk pelestarian situs percandian Muarojambi.

Comments

Popular posts from this blog

Suku Mante dan Misteri Orang Pendek di Jambi

Balada Perempuan Pantura, Jadi TKW Hingga Jual Diri di Lokalisasi